Masjid jami kanjeng sepuh

Masjid yang megah ini adalah masjid kanjeng sepuh yang terletak di desa kauman kecamatan sidayu kabupaten gresik provinsi jawa timur.
Nama masjid ini diambil dari nama adipati kadepaten sidayu yang kedelapan yakni kanjeng sepuh.
Kanjeng Sepuh tersohor lantaran dia adalah seorang bupati yang ulama atau ulama yang menjadi seorang bupati. Dia sangat dicintai masyarakatnya karena dia sangat memperhatikan nasib rakyat yang dipimpinnya terutama kawula alit. Kecintaan itu hingga kini tidak luntur. Hal ini dibuktikan diantaranya dengan diabadikannya nama dia sebagai nama Majid Besar Sidayu dan nama Lembaga Pendikan terbesar di kecamatan Sidayu yaitu Taman Pendidikan Kanjeng Sepuh atau lebih dikenal dengan singkatan TPKS. Pada masa hidupnya dia mempunyai kegemaran memelihara kuda baik sebagai kuda tunggangan maupun kuda penarik kereta. Suatu saat dia mendengar bahwa di Ujungpangkah ada seorang yang mempunyai kuda yang bagus. Orang itu bernama Jayeng Katon. Dia ingin sekali mendatanginya untuk berguru cara merawat kuda. Dia terkagum-kagum melihat kuda Jayeng Katon. Kuda itu badannya tinggi, tubuhnya ramping, kulitnya hitam, bulunya mengkilat. Kuda itu diberi nama kuda Sembrani. Kuda iyu sangat penurut kepada majikannya. Meskipun tan ada seutas tali yang mengikatnya, kuda tidak mau pergi meninggalkan tempatnya. Kuda pintar sekali terhadap bahasa isyarat yang diberikan oleh majikannya. Kuda itu menuruti segala perintah tuannya. Kanjeng Sepuh sangat takjub dan tertarik terhadap kuda itu. Dia ingin sekali mempunyai kuda-kuda seperti kuda yang dimiliki Jayeng Katon. Dia lebih takjub lagi kepada pemilik kuda itu. Jayeng Katon ternyata seorang ulama yang alim, bersahaja, dan memiliki ilmu kanoragan yang tinggi. Jayeng Katon juga sebagai pemangku pondok Ujungpangkah Dia bisa mengukur kedalam ilmu seseorang karena dia sendiri seorang ulama. Kanjeng Sepuh mengirimkan kuda-kuda dia ke Ujungpangkah untuk dirawatkan kepada Jayeng Katon. Kuda-kuda itu ditempatkan di sebuah tanah lapang sekitar enam ratus meter ke timur dari pondok Ujungpangkah atau rumah Jayeng Katon. Kuda-kuda itu dibiarkan bebas di tanah lapang itu. Jayeng Katon menyediakan tempat berteduh kuda-kuda itu secara terbuka. Tidak ada pagar atau batas. Namun, kuda-kuda itu tidak meninggalkan area tanah lapang tempat merumput. Tempat itu dikenal dengan nama Monok karena di tempat itu banyak penekan atau tumpukan kotoran kuda. Di bagian selatan tanah lapang itu disediakan jambangan atau bejana yang selalu penuh diisi air untuk tempat minum kuda-kuda Kanjeng Sepuh. Tempat itu dikenal dengan sebutan Jambangan. Suatu ketika, Kanjeng Sepuh bersilaturrahim ke Pondok Ujungpangkah yang diasuh oleh Jayeng Katon sambil ingin melihat-melihat kuda-kuda yang telah dititipkan. Dia sangat senang melihat kuda-kuda dia. Dia tidak menyangka kuda-kuda itu berubah

close
==[ Klik disini 2X ] [ Close ]==